Uang Amplop Kondangan Kena Pajak?

Kitakini.com - Isu rencana pemerintah mengenakan pajak terhadap amplop kondangan atau uang pemberian dalam pesta pernikahan sempat mencuat dan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Kabar ini dengan cepat menyebar luas di media sosial dan menjadi bahan perbincangan hangat, tak hanya di kalangan masyarakat umum, tetapi juga hingga ke ruang rapat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI).
Baca Juga:
Isu ini berawal dari spekulasi bahwa pemerintah akan memperluas cakupan objek pajak hingga ke sektor-sektor informal atau kegiatan personal seperti pemberian amplop di acara hajatan, yang selama ini dianggap sebagai bentuk sumbangan atau partisipasi sosial, bukan transaksi ekonomi.
Dalam rapat antara Komisi VI DPR RI dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu (23/7/2025), sejumlah anggota dewan menyampaikan kekhawatirannya terhadap kebijakan perpajakan yang dinilai semakin luas menyasar berbagai lini kehidupan masyarakat, termasuk sektor digital dan informal.
Salah satu yang menyampaikan hal itu adalah Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam. Ia menyoroti beban pajak yang kini dikenakan kepada para pelaku usaha daring (online), seperti pedagang di Shopee, TikTok Shop, dan Tokopedia. Menurutnya, para pelaku usaha mikro, influencer, hingga pekerja digital kini tak luput dari kewajiban pajak yang semakin ketat.
"Bahwa rakyat kita hari ini mereka jualan online dipajaki, Pak. Bagaimana mereka, para influencer kita, para pekerja digital kita semua sekarang dipajaki," ujar Mufti Anam dalam forum tersebut.
Mufti kemudian menyinggung isu yang tengah ramai diperbincangkan masyarakat: kabar bahwa uang amplop dari acara pernikahan atau hajatan akan ikut dikenakan pajak. "Bahkan kami dengar, dalam waktu dekat orang yang mendapat amplop di kondangan dan di hajatan akan dimintai pajak oleh pemerintah," tuturnya.
Pernyataan tersebut sontak menjadi perhatian publik dan memperuncing polemik. Banyak masyarakat, terutama pelaku usaha jasa pesta pernikahan atau wedding organizer, hingga warga yang sering terlibat dalam tradisi gotong-royong hajatan, merasa khawatir jika benar amplop kondangan masuk dalam objek pajak negara.
Merespons isu tersebut, pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan akhirnya angkat bicara untuk meluruskan kesimpangsiuran informasi. Dalam keterangan resmi yang dirilis Kamis (24/7/2025), DJP menegaskan bahwa kabar tentang pajak amplop kondangan tidaklah benar.
"Kami perlu meluruskan bahwa tidak ada kebijakan baru dari DJP maupun pemerintah yang secara khusus akan memungut pajak dari amplop hajatan atau kondangan, baik yang diterima secara langsung maupun melalui transfer digital," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli.
Ia menambahkan bahwa pemberian amplop dalam konteks sosial seperti pesta pernikahan, akikah, atau acara adat lainnya merupakan bagian dari budaya dan nilai gotong royong masyarakat Indonesia, dan tidak tergolong sebagai objek pajak penghasilan dalam ketentuan yang berlaku saat ini.
Pernyataan ini diharapkan dapat meredakan kegelisahan publik dan memastikan bahwa kebijakan perpajakan tetap mempertimbangkan aspek kultural, nilai sosial, serta prinsip keadilan. Pemerintah juga diimbau lebih aktif menyosialisasikan kebijakan perpajakan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman yang dapat memicu keresahan massal.

Borobudur Tambah Kuota Naik Candi Jadi 3.000 Orang, Sunrise Jadi Daya Tarik Baru

Kapolres Belawan Dibelah Kritik dan Pembelaan, Kompolnas Diminta Tak Gegabah

Bayar Pajak Rumah Kini Lebih Praktis, Simak Pilihannya

Deretan Rumah Unik di Indonesia, Perpaduan Warisan Tradisi dan Kreativitas Modern

DPR-RI Sahkan RUU TNI, Ini Perubahan Penting yang Disepakati
