Sabtu, 19 Juli 2025

Kebijakan Masuk PTN Dinilai Berat Sebelah, PTS Bisa Kehilangan Mahasiswa

Redaksi - Jumat, 18 Juli 2025 16:43 WIB
Kebijakan Masuk PTN Dinilai Berat Sebelah, PTS Bisa Kehilangan Mahasiswa
Yulhasni, dosen FKIP UMSU. (Foto : Dok Yulhasni)

Kitakini.com - Kebijakan penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri (PTN) yang tertuang dalam Permendikbudristek Nomor 48 Tahun 2022 dan revisinya melalui Permendikbudristek Nomor 62 Tahun 2023 mendapat sorotan tajam dari akademisi. Salah satu kritik datang dari Yulhasni, dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), yang menilai kebijakan tersebut berpotensi mengancam keberlangsungan perguruan tinggi swasta (PTS) di Indonesia.

Baca Juga:

Yulhasni menyoroti ketentuan kuota jalur masuk PTN yang diatur secara nasional, yakni minimal 20 persen untuk Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP), minimal 40 persen untuk Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT), dan maksimal hanya 30 persen untuk jalur mandiri. Menurutnya, ketentuan ini dapat memperkecil ruang gerak PTS untuk merekrut mahasiswa baru, khususnya dari kalangan yang biasanya memilih jalur mandiri yang selama ini menjadi andalan PTS dalam menjaga keberlangsungan operasional.

"PTS bisa kehilangan calon mahasiswa potensial dalam jumlah signifikan karena PTN kini membuka lebih banyak peluang bagi mahasiswa baru lewat jalur seleksi nasional yang biayanya makin terjangkau. Ini tentu menjadi pukulan telak bagi PTS, terutama yang tidak disubsidi negara," ujar Yulhasni.

Ia menambahkan, pada saat banyak PTS tengah berjuang menghadapi dampak penurunan minat melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi serta tekanan ekonomi masyarakat, kebijakan ini justru makin memperlebar jurang antara PTN dan PTS. "Pemerintah seharusnya memikirkan keseimbangan ekosistem pendidikan tinggi secara menyeluruh, bukan hanya memperkuat satu sisi saja. Jangan sampai kebijakan ini justru mempercepat kemunduran PTS dan melemahkan peran strategisnya dalam pemerataan akses pendidikan," jelasnya.

Lebih jauh, Yulhasni juga menilai tidak adanya mekanisme distribusi mahasiswa secara adil antara PTN dan PTS menjadi masalah serius. Negara, menurutnya, seolah membiarkan proses seleksi berlangsung tanpa kontrol, tanpa zonasi, tanpa subsidi silang, dan tanpa regulasi penyeimbang. Akibatnya, sejumlah PTS menghadapi krisis serius: mulai dari sepinya pendaftar, penutupan program studi, pemutusan hubungan kerja terhadap dosen, bahkan sampai pada penutupan institusi secara permanen.

"Negara harus hadir dalam menciptakan tata kelola penerimaan mahasiswa yang berkeadilan. Jangan membiarkan arus seleksi mengalir liar tanpa arah. Tidak ada kuota nasional yang memperhitungkan keseimbangan antara PTN dan PTS. Ini bukan hanya soal jumlah, tetapi juga tentang keberlangsungan pendidikan tinggi secara nasional," tegasnya.

Yulhasni juga mendesak agar semua PTN, khususnya yang dibiayai dari dana publik, wajib secara terbuka mengumumkan jumlah kuota, jumlah pendaftar, rasio kelulusan, hingga sistem seleksi di setiap jalur penerimaan. Khusus untuk jalur mandiri, ia menekankan perlunya pengawasan ketat agar jalur tersebut tidak dijadikan ruang gelap untuk praktik komersialisasi pendidikan. "Keterbukaan dan akuntabilitas dalam proses seleksi adalah kunci menjaga kepercayaan publik. Jangan sampai pendidikan tinggi hanya menjadi komoditas pasar," pungkasnya.

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Redaksi
SHARE:
Tags
Berita Terkait
DPRD Sumut Akan Panggil Sekolah Bermasalah  Buntut Siswa Terancam Gagal Ikut SNBP 2025

DPRD Sumut Akan Panggil Sekolah Bermasalah Buntut Siswa Terancam Gagal Ikut SNBP 2025

Komentar
Berita Terbaru