Pasar Properti Lesu, Penjualan Rumah Turun Drastis sejak Pertengahan 2025

Kitakini.com - Sejak pertengahan 2025, industri properti di Indonesia mengalami penurunan signifikan, khususnya dalam sektor penjualan rumah. Penurunan ini dipicu oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, mulai dari kenaikan harga bahan bangunan, tingginya suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR), hingga daya beli masyarakat yang terus tergerus.
Baca Juga:
Salah satu penyebab utama lesunya pasar adalah lonjakan harga material konstruksi, seperti semen, besi beton, baja ringan, hingga bahan penunjang lain seperti cat, keramik, dan kaca. Kenaikan biaya produksi ini membuat harga jual rumah baru melambung, baik untuk segmen menengah maupun rumah subsidi.
Tak hanya itu, Bank Indonesia yang masih mempertahankan suku bunga acuan di level tinggi juga turut memberatkan masyarakat. Suku bunga KPR yang tinggi menyebabkan cicilan rumah menjadi lebih mahal dan sulit dijangkau, bahkan oleh kalangan pekerja formal dengan penghasilan tetap. Hal ini menyebabkan banyak calon pembeli memilih menunda, bahkan membatalkan rencana membeli rumah.
Kondisi diperparah oleh menurunnya daya beli masyarakat akibat tekanan ekonomi seperti inflasi yang merangkak naik, ancaman deflasi, serta gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sejumlah sektor padat karya. Dampaknya terasa langsung pada sektor properti, yang sejatinya sangat bergantung pada stabilitas penghasilan dan kepercayaan konsumen.
Kebijakan pemerintah turut memengaruhi situasi ini. Regulasi yang berkaitan dengan perpajakan properti, batasan Loan To Value (LTV), hingga prosedur perizinan yang masih dianggap rumit dan memakan waktu, menjadi faktor penghambat tambahan bagi pertumbuhan sektor ini. Meskipun sejumlah insentif seperti pembebasan PPN dan subsidi bunga KPR pernah digulirkan, belum cukup mampu membalikkan tren penurunan.
Pengembangan infrastruktur pun menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, pembangunan jalan tol, jalur kereta api, dan fasilitas umum dapat meningkatkan nilai properti. Namun, lonjakan harga lahan dan properti di area pengembangan menyebabkan rumah-rumah tersebut semakin tidak terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah.
Tak kalah penting, gejolak ekonomi global turut memberikan tekanan tambahan. Ketidakpastian pasar internasional, termasuk perlambatan ekonomi Tiongkok dan Amerika Serikat, berdampak pada penurunan investasi asing serta melemahnya ekspor, yang secara tidak langsung mengganggu kestabilan ekonomi nasional dan memperkecil daya serap pasar properti domestik.
Selain itu, isu-isu spesifik seperti keterbatasan pasokan rumah subsidi dan rumah cluster yang tidak sebanding dengan tingginya permintaan memperburuk keadaan. Banyak pengembang kesulitan memenuhi kuota rumah bersubsidi akibat naiknya biaya produksi, yang pada akhirnya menyebabkan harga jual tetap tinggi dan akses masyarakat terhadap hunian layak menjadi semakin terbatas.
Di sisi lain, pasar rumah bekas atau sekunder turut memberikan tekanan terhadap harga rumah baru. Banyak rumah dijual di bawah harga pasar karena kebutuhan dana cepat dari pemilik, sehingga menciptakan distorsi dalam dinamika harga properti secara umum.
Tren kerja dari rumah (Work From Home/WFH) pasca pandemi juga membawa dampak lanjutan. Gedung-gedung perkantoran di kota besar semakin banyak yang kosong, permintaan apartemen anjlok, sementara sektor ruko dan ruang usaha stagnan karena lesunya aktivitas ekonomi di tingkat bawah.
Melihat kompleksitas masalah ini, pemerintah bersama pelaku industri properti dituntut untuk segera mengambil langkah strategis. Di antaranya dengan memberikan insentif fiskal yang lebih agresif, memperlonggar rasio LTV agar konsumen dapat mengambil KPR dengan uang muka lebih ringan, serta mendorong pengembangan kawasan hunian yang terjangkau dan terintegrasi dengan sistem transportasi massal dan fasilitas publik.
Tanpa intervensi yang tepat, perlambatan pasar properti dikhawatirkan akan berdampak lebih luas terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, mengingat sektor ini merupakan salah satu motor penggerak yang menyerap banyak tenaga kerja dan terkait erat dengan lebih dari 170 industri turunan lainnya.

Pemprov Sumut dan Kementerian PKP Matangkan Verifikasi Data Kepemilikan Untuk Program 3 Juta Rumah

Harga Pangan Pascakebaran 2025 Stabil, Cabai Turun, Stok Beras Tertinggi Sepanjang Sejarah

Harga Emas Tiba-Tiba Anjlok, Ini 5 Faktor Utama Penyebabnya dan Prediksi ke Depan

Libur Lebaran Sepi Wisatawan, Okupansi Hotel di Daerah Wisata Anjlok Tajam

Tips Memilih Waktu Tepat untuk Membeli Rumah Menurut Pakar Keuangan
