Henderina Malo Ajarkan Kasih dan Pengampunan

Hukum Cinta Kasih merupakan pedoman hidup yang mengutamakan kasih sayang, belas kasih, dan kepedulian terhadap sesama. Nilai-nilai ini bukan hanya diterapkan dalam kehidupan pribadi Henderina, tetapi juga dalam setiap aspek pekerjaannya, termasuk dalam penanganan perkara hukum. Dalam kesehariannya, Henderina berusaha menanamkan semangat kasih dan pengampunan, baik dalam keluarga, pekerjaan, maupun dalam interaksi sosial.
Baca Juga:
Salah satu contoh terbaru penerapan prinsip ini terlihat dalam penanganan perkara pidana ringan di Kejaksaan Negeri Sikka. Melalui pendekatan yang mengutamakan perdamaian dan pengampunan, Henderina Malo mengajarkan para pihak yang berperkara untuk saling memaafkan demi mencapai keadilan yang hakiki. Hal ini juga menjadi manifestasi dari Keadilan Restoratif yang menjadi fokus Kejaksaan Negeri Sikka dalam menyelesaikan permasalahan hukum.
Penerapan Keadilan Restoratif ini bertujuan untuk mencari solusi yang tidak hanya memberikan keadilan bagi korban, tetapi juga memberikan kesempatan bagi para tersangka untuk memperbaiki diri. Salah satu contoh keberhasilan penerapan prinsip ini terjadi dalam kasus pidana ringan yang melibatkan tiga orang tersangka dari Desa Woda Mude, Kecamatan Magepanda, Kabupaten Sikka.
Tiga tersangka tersebut, yakni Aloysius Reku alias Alo, Margaretha Pela alias Mareta, dan Martha Mbu alias Martha, dilaporkan atas tuduhan penganiayaan yang melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP. Kejadian bermula dari perselisihan sepele dalam berkomunikasi, yang kemudian berkembang menjadi penganiayaan. Ironisnya, ketiga tersangka ini, selain menjadi pelaku, juga turut menjadi korban dari peristiwa yang sama.
Henderina Malo mengambil peran sebagai juru damai, berusaha menjembatani permasalahan yang ada dengan cara yang penuh kasih dan pengertian. Melalui mediasi, dia mendorong agar para pihak yang terlibat dapat saling memaafkan, serta memberi kesempatan kepada tersangka untuk memperbaiki perilaku mereka.
"Kasih itu harus kita berikan kepada siapa saja, baik teman, keluarga, orang asing, bahkan musuh kita. Tuhan tidak membatasi kasih-Nya kepada siapapun, begitu pula kita. Dengan saling mengasihi, hidup kita akan lebih bahagia," ujar Henderina dalam proses mediasi tersebut.
Berkat upaya Henderina dalam memfasilitasi perdamaian antara para pihak, perkara tersebut dapat diselesaikan secara damai. Setelah tercapai kata sepakat, Henderina mengajukan permohonan penghentian penuntutan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur, Zet Tadung Allo. Permohonan tersebut kemudian disetujui, dan kasus ini dilanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi.
Pada Kamis, 20 Maret 2025, dalam gelar perkara, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Asep Nana Mulyana mengapresiasi langkah yang diambil oleh Kajari Sikka, serta jaksa fasilitator yang telah berperan sebagai mediator dalam kasus ini. Dia memuji keberhasilan Kejaksaan Negeri Sikka dalam mengedepankan Keadilan Restoratif melalui mediasi antara korban dan tersangka, yang melibatkan tokoh masyarakat setempat.
Asep Nana Mulyana pun memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Sikka untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2), sesuai dengan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 mengenai pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.
Dengan penerapan Keadilan Restoratif dan Hukum Cinta Kasih, Kejaksaan Negeri Sikka berhasil memberikan contoh positif dalam penegakan hukum yang humanis, penuh kasih, dan penuh pengampunan, yang tentunya menjadi teladan bagi lembaga-lembaga penegak hukum lainnya.