Eksepsi Terbit Rencana Perangin-angin dan Iskandar Perangin-angin Ditolak, Sidang Korupsi Rp68,4 Miliar Lanjut ke Tahap Pembuktian

Dengan penolakan tersebut, persidangan kasus suap pengamanan proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Langkat senilai Rp68,4 miliar pada tahun anggaran 2020–2021 akan berlanjut hingga putusan akhir.
Baca Juga:
Majelis hakim yang diketuai oleh As'ad Rahim Lubis menilai bahwa eksepsi yang diajukan oleh para terdakwa telah memasuki pokok perkara yang memerlukan pembuktian lebih lanjut. "Keberatan para terdakwa harus dinyatakan tidak dapat diterima. Surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah memenuhi syarat formil dan menguraikan tindak pidana yang didakwakan secara lengkap," tegas As'ad dalam putusan selanya.
Hakim juga menegaskan bahwa surat dakwaan yang diajukan oleh JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah disusun secara cermat, jelas, dan lengkap. Majelis hakim memerintahkan JPU untuk melanjutkan pemeriksaan perkara dan menangguhkan biaya perkara hingga putusan akhir.
Agenda Sidang SelanjutnyaSetelah membacakan putusan sela, majelis hakim menunda sidang dan menjadwalkan kembali persidangan pada Senin (10/3/2025). Agenda selanjutnya adalah pemeriksaan saksi dan tahap pembuktian.
Dalam dakwaannya, JPU KPK menguraikan bahwa Terbit Rencana Perangin-angin dan Iskandar Perangin-angin terlibat dalam pengaturan sejumlah proyek di Pemkab Langkat. Proyek-proyek tersebut melibatkan beberapa dinas, antara lain Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim), Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, serta Dinas Kelautan dan Perikanan.
Terbit diduga memberikan arahan kepada para kepala dinas untuk mengamankan proyek-proyek tersebut. Arahan ini diberikan di rumah atau warung sekitar kediamannya. Sementara itu, Iskandar bertindak sebagai pengatur paket pekerjaan di sejumlah dinas tersebut. Kelompok Kerja (Pokja) yang terlibat juga diduga mencari-cari kesalahan perusahaan lain yang ikut dalam proses lelang.
Perusahaan-perusahaan yang memenangkan proyek diwajibkan menyerahkan fee sebesar 15,5 persen hingga 16,5 persen dari nilai kontrak kepada para terdakwa.
Para terdakwa didakwa dengan dua dakwaan alternatif. Pertama, melanggar Pasal 12 huruf i Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor. Kedua, melanggar Pasal 12 B Jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Kasus ini menyoroti praktik korupsi yang melibatkan pejabat publik di tingkat daerah. Nilai kerugian negara yang mencapai Rp68,4 miliar menegaskan pentingnya pengawasan ketat terhadap pengelolaan anggaran daerah. Masyarakat pun menaruh harapan besar pada proses hukum yang transparan dan adil untuk memulihkan kepercayaan terhadap pemerintah.
Sidang lanjutan pada 10 Maret 2025 akan menjadi momen krusial untuk mengungkap kebenaran dan memastikan pertanggungjawaban para terdakwa.